Cerita di Balik Strategi Komunikasi Wahana Playland Snow Park”

Ketika Wahana Playland Snow Park pertama kali dibuka di second city, mungkin banyak orang yang akan melirik dengan rasa penasaran. Tempatnya penuh warna, aman, dan ramah anak. Namun ada satu tantangan besar yang membayangi kami: aturan yang melarang iklan yang ditujukan langsung kepada anak-anak.

Padahal, target utama wahana ini adalah anak usia 1–10 tahun, kelompok yang paling mudah jatuh cinta pada warna, karakter lucu, dan dunia imajinasi. Lalu, bagaimana cara mereka memperkenalkan Playland Snow Park tanpa “mengiklankan” langsung kepada anak-anak? Bukankah social media juga sudah membatasi aktivitas advertising, minimal mulai dari rentang usia 21 tahun keatas.. 

 

Sebuah tantangan.. 

“Bagaimana caranya membuat anak-anak datang, tanpa menayangkan iklan yang mereka lihat?” pertanyaan itu terus terngiang di kepala kami.

Kami berusaha memahami, berdasarkan peraturan perlindungan anak, semua bentuk komunikasi yang bersifat persuasif langsung kepada anak-anak bisa dianggap melanggar. Tidak boleh ada ajakan eksplisit seperti “Ayo main di Playland Snow Park!”, atau visualisasi yang memicu dorongan anak memaksa orang tua membeli sesuatu.

Namun kami paham satu hal: keputusan akhir tetap di tangan orang tua.
Dan itulah pintu masuk yang kami gunakan.

 

Kenapa tidak bercerita saja.. 

Daripada membuat iklan yang penuh karakter kartun, Playland Snow Park memulai sesuatu yang lebih aman, membuat teaser berita cuaca di satu daerah. 

Kami membuat teaser gambar di media sosial dengan  “Salju turun di Cirebon!”

Dalam gambar itu, hanya terdapat seorang anak, yang menggunakan baju dingin, dengan segumpal salju ditangannya.. tanpa keterangan lokasi, waktu, dan nama program. Tidak ada kaidah 5W1H dalam konten tersebut. 

Apakah banyak anak yang terpapar teaser ini? tentu tidak. Ibu dan ayahnya yang kemudian bergejolak! bagaimana mungkin negara tropis, kota dengan rata-rata suhu harian 30 derajat celcius, bisa turun salju! Banyak respon pertanyaan, dan  udah mengerti bahwa ini adalah wahana bermain. 

Excitement terbangun, rasa ingin tahu yang tinggi juga menjadi pemantik word of mouth.. 

Langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah memberikan info detail, kepada calon pengunjung. Eh, apakah info saja cukup? Sepertinya perlu ditambah sesuatu untuk meningkatkan konversi dari awareness menjadi sales. So.. kami berikan potongan harga untuk pembelian di periode 7 hari sebelum kami buka, dengan pilih tiket di tanggal yang diinginkan. 

Hasilnya.. sebelum kami buka, pembelian tiket sudah berjalan, tanpa tahu akan seperti apa wahana Playland Snow Park. 

Selanjutnya tentu saja membuat berbagai video seri pendek, dengan beberapa sudut pandang komunikasi.

  1. Liburan bersalju
  2. Petualangan bersama keluarga di salju tropis
  3. Playdate dingin bersalju

“Kami tidak menjual permainan, kami menjual momen kebersamaan.” tidak ada satu pun materi campaign kami menyasar anak-anak, namun kami berusaha memasarkan ini kepada orang tuanya. 

Narasi ini terbukti berhasil, tidak hanya orang tua, kakek dan nenek pun ikut hadir untuk dapat menjajal bermain salju di negara tropis.

 

Bersahabat dengan komunitas

Karena tidak beriklan langsung ke anak-anak, Playland Snow Park membangun komunitas orang tua muda.

Kami mengundang komunitas ibu muda untuk dapat hadir dan mengajak keluarganya untuk berpetualang bersama sepuasnya seharian! Akhirnya banyak video dan foto yang beredar di social media, berisi tawa anak-anak, ibu dan ayah yang ikut sliding dari ketinggian 3 meter, teriakan seru, dan user generated content lainnya. 
Hasilnya? Rata-rata 80% orang tua muda berkunjung dalam dua minggu berikutnya.

 

Anak-anak yang akan mengingatnya.. 

Meski tidak ada iklan langsung, Dunia Ceria memahami satu hal penting: anak-anak adalah komunikator alami.

Setiap kali mereka bersenang-senang, cerita itu akan mereka bawa ke sekolah, ke rumah teman, atau bahkan ke media sosial orang tua.
“Bu, aku mau ke tempat salju yang ada baloon slidingnya itu!” kalimat sederhana yang lebih kuat daripada ribuan tayangan iklan.

Maka tentunya kami harus fokus pada pengalaman sensorik di lokasi:

  • Warna cerah yang lembut dan aman di mata anak.
  • Musik latar yang menggugah rasa gembira.
  • Karakter maskot ramah yang menyapa tanpa berkata “ayo main”.

Setiap elemen adalah komunikasi non-verbal yang menanamkan kesan mendalam.
 

Sebuah konklusi

Playland Snow Park membuktikan satu hal penting, “Ketika aturan membatasi kata-kata, bangun cerita dan pengalaman”

Strategi komunikasi yang berpijak pada tiga prinsip:

  1. Berkomunikasi kepada orang tua, bukan anak-anak.
  2. Cerita dan pengalaman sebagai bentuk komunikasi powerful.
  3. Nilai edukatif dan emosional sebagai inti pesan.

Dengan pendekatan ini, Playland Snow Park bukan hanya berhasil memasarkan wahana permainan, tapi juga menciptakan ekosistem bermain yang menghargai anak sebagai subjek, bukan target pasar. Di tengah dunia yang penuh iklan mencolok dan konten bersponsor, semoga tulisan ini menjadi pengingat bahwa komunikasi terbaik adalah yang tulus dan bertanggung jawab.
Bahwa di balik tawa anak-anak, ada strategi komunikasi yang hati-hati, beretika, dan penuh kasih.

Dan mungkin, itu sebabnya setiap kali seorang anak keluar dari Playland Snow Park sambil tertawa, tanpa sadar itu adalah bentuk promosi paling jujur yang pernah ada.

 

 

AP, 14 Februari 2024

Abadi Nan Jaya
2025-10-27
Build a story!
2024-02-10
Cinta?
2014-11-07
Cinta?
2014-11-07
Build a story!
2024-02-10
Abadi Nan Jaya
2025-10-27